Sabtu, 01 Desember 2012

Sehatkan Mental dan Pikiran dengan Sunnah Nabi Sehari-hari

DUNIA modern memang menyediakan berbagai macam perangkat teknologi, yang memudahkan segala urusan teknis manusia. Tetapi dunia modern tidak menyediakan konsep dan metode bagaimana hidup tentram dan bahagia. Apalagi standar utama kemakmuran dalam dunia modern tidak bisa diukur melainkan dengan materi belaka.
Akibatnya dunia modern tidak serta-merta hanya mengisi dunia dengan kecanggihan teknologi dan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga menyisakan problem serius yang mengancam mental dan pikiran manusia yang berujung pada terjadinya krisis moral luar biasa.

Krisis moral adalah akibat dari rusaknya mental dan nalar berpikir manusia dari yang seharusnya. Bagaimana tidak, mayoritas orang kini berpikir serba instan, pragmatis, dan hedonis. Demi kenikmatan-kenikmatan materi, manusia modern rela mengorbankan eksistensi dirinya sebagai makhluk sosial. Merasa cukup bahagia dengan harta dan tidak pernah resah-gelisah dengan nasib sesama.
Manusia modern kini banyak yang mengalami apa yang disebut dengan sakit psikosomatik. Sebuah penyakit mental dan pikiran yang tentunya tidak disebabkan oleh bakteri, virus, atau pertumbuhan jaringan tubuh yang tidak normal. Melainkan karena sikap dan perilaku sehari-hari  yang jauh dari pengamalan nilai-nilai agama. Apalagi secara sosial, religiusitas umat Islam Indonesia juga kian tergerus dan semakin memprihatinkan.
Seorang penulis  memberikan perbandingan yang sangat tajam. Manusia primitif bahkan lebih baik dalam memuaskan dorongan hasratnya ketimbang manusia modern. Kehidupan mereka yang nomaden terbebas dari kegelisahan mental. Manusia primitif tidak menderita sakit jiwa, hingga menghalalkan segala cara seperti sekarang marak terjadi. Justru karena kemajuan peradaban dalam bidang teknologi, industri, dan urbanisasi, manusia modern banyak yang menderita sakit mental yang sangat serius. 

Keseharian Nabi

Bagaiman Nabi mengisi hari-harinya? Tentu banyak uraian yang menjelaskan bagaiman Nabi mengisi hidupnya sehari-hari. Tetapi secara global tradisi Nabi dalam keseharian itu dapat dilihat dari kandungan Surah Al-Muzzammil ayat 1 – 10.
Di keheningan malam yang sunyi dan melelapkan, Nabi saw justru beranjak dari tempat tidur, menyibakkan selimut, tegak dan mendirikan sholat sunnah tahajjud. Kemudian membaca Al-Qur’an dengan tartil. Dalam makna filosofis tartil bisa diartikan sebagai membaca dengan penuh kesungguhan untuk benar-benar memahami kandungan bacaan Al-Qur’an untuk diamalkan.
Kemudian Nabi saw tidak pernah lepas dari menyebut nama Allah (dzikir) dan beribadah dengan penuh ketekunan (konsisten). Itulah mengapa Nabi saw tidak mudah terbawa emosi, apalagi memperturutkan ambisi pribadi.
Apapun yang terjadi, Nabi saw senantiasa mengingat Allah, sehingga setiap keputusan dan kebijakannya senantiasa mendatangkan maslahat. Bagi Nabi saw, Allah adalah satu-satunya tempat mengadu, berlindung, dan memohon pertolongan.
Sebagai orang beriman kita patut untuk bersungguh-sungguh meneladani tradisi Nabi saw dalam sehari-hari. Apapun aktivitas kita, status kita, dan problem kehidupan kita, semua akan mudah untuk diatasi jika kita benar-benar mengikuti dan meneladani sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sebab hanya dengan cara seperti itulah, kita benar-benar akan mampu menghidupkan iman dengan benar.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d [13] : 28).
Sayyidina Ali r.a. menjelaskan bahwa dengan mengingat Allah seseorang akan menemukan kembali pendengarannya setelah tuli, memperoleh kembali pandangannya setelah buta, dan menjadi lembut serta penuh ketaatan setelah liar dan memberontak.
Dengan kata lain, orang yang jauh dari Allah akan tetap tuli, buta, dan liar. Inilah orang yang akan rusak mental dan kesehatan berpikirnya. Jika demikian, masihkah kita enggan untuk mengikuti sunnah-sunnah Nabi?

"TAKWA"

A. PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP TAKWA
Takwa yang artinya antara lain: takut, menjaga diri, memelihara, tanggung jawab dan memenuhi kewajiban. karena itu, orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran: mengerjakan suruhan-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang takwa adalah orang yang menjaga (membentengi) diri dari kejahatan; memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridai Allah; bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan perbuatannya, dan memenuhi kewajiban.
Kedudukan takwa, karena itu, sangat penting dalam agama Islam dan kehidupan manusia. Pentingnya kedudukan takwa itu antara lain dapat dilihat dalam catatan berikut. Disebutkan di sebuah hadis bahwa Abu zar al-Gifari, pada suatu hari, meminta nasihat kepada Rasulullah. Rasulullah menasihati al-Gifari, "Supaya ia takwa kepada Allah, karena takwa adalah pokok segala pekerjaan muslim. Dari nasihat Rasulullah itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa takwa adalah pokok (pangkal) segala pekerjaan muslim. Selain sebagai pokok, takwa juga adalah ukuran.
Di dalam surat al Hujurat (49) ayat 13, Allah mengatakan bahwa, "(Manusia) yang paling mulia di sisi Allah adalah (orang) yang paling takwa.” Dalam surat lain, takwa sebagai dasar persamaan hak antara pria dan wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari Jenis yang sama (QS.4:1) dalam surat al-Baqarah (2) ayat 177, makna taqwa terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan. Ini dapat dibaca dalam QS. 2:177 yang terjemahan (artinya) lebih kurang sebagai berikut, "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan (cetak miring dari saya MDA) ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dari orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
Dari pokok-pokok kebajikan (perbuatan baik yang mendatangkan keselamatan, keberuntungan dan sebagainya) yang disebut dalam ayat 177 surat al-Baqarah tersebut di atas, jelas dimensi keimanan dan ketakwaan, itu beriringan (bergandengan) satu dengan yang lain. Kedua dimensi itu secara konsisten disebutkan di dalam berbagai ayat yang bertebaran dalam al-Quran.

B. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH
Hubungan mansuia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi takwa pertama, menurut ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa seperti telah disinggung pada awal kajian ini, merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain.
Ketakwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain sebagai contoh :
1. Beriman kepada Allah.
2. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima kali sehari semalam.
3. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan semua pemberian Allah kepada mansuia.
4. Bersabar menerima cobaan Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah atau menerima bencana.
5. Memohon ampun atas segala dosa dan tobat dalam makna sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat atau tercela.

C. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN HATI NURANI ATAU DIRINYA SENDIRI
Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sebagai dimensi takwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan Tuhan dalam berbagai ayat al-Qur’an. Diantaranya : sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, dan mengembangkan semua sikap yang terkandung dalam akhlak atau budi pekerti yang baik.

D. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN SESAMA MANUSIA
Hubungan manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat dapat dipelihara, antara lain dengan : tolong menolong, bantu membantu, suka memaafkan kesalahan orang lain, menepati janji, lapang dada, dan menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.

E. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN HIDUP
Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut adalah bahwa manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya empat T yakni empat (kesadaran) tanggung jawab yaitu :
1. Tanggung jawab kepada Allah.
2. Tanggung jawab kepada hati nurani sendiri
3. Tanggung jawab kepada manusia lain
4. tanggung jawab untuk memelihara lingkungan
Takwa dalam makna memenuhi kewajiban perintah Allah yang menajdi kewajiban manusia takwa untuk melaksanakannya pada pokoknya adalah :
1. Kewajiban kepada Allah
Kewajiban ini harus ditunikan manusia, untuk memenuhi tujuan hidup dan kehidupannya di dunia ini yakni mengabdi kepada Ilahi, “Tidak kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepadaKu,” demikian makna firman Tuhan dalam al-Qur’an surat az-Dzariyat (51) ayat 56.
Misalnya : kewajiban shalat, kewajiban zakat, kewajiban menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
2. Kewajiban kepada diri sendiri
Kepajiban kepada diri sendiri adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimat untuk melakukannya.
3. Kewajiban kepada masyarakat
Kewajiban ini merupakan dimensi ketiga pelaksanaan takwa. Kewajiban ini mulai dari :
a. Kewajiban terhadap keluarga
b. Kewajiban terhadap tetangga
c. Kewajiban terhadap masyarakat luas
d. Kewajajiban terhadap negara
4. Kewajiban terhadap lingkungan hidup
Kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan Tuhan dalam Al-Qur’an yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan dan dilautan, karena (ulah) tangan manusia, yang tidak mensyukuri kurnia Ilahi. Untuk mencegah derita yang dirasakan oleh manusia, sepertri yang terjadi di Afrika, manusia wajib memelihara kelestarian lingkungan.

Kamis, 29 November 2012

Kisah pentingnya membaca Al-Qur'an


Kamu-kamu pada sering baca Al
Qur'an kan, tapi ngerti artinya
gak...? Mestinya sih kita baca Al
Qur'an sekaligus memahami
maknanya. Tapi walaupun gak tau
artinya, tetep bermanfaat juga kok
kalo kita membaca Al Qur'an. Saya
punya satu cerita yang berhubungan
sama topik ini and semoga
bermanfaat bagi kita semua,, ,Amin.
Seorang Muslim tua Amerika hidup
di suatu perkebunan sebelah timur
Negara bagian Kentucky dengan
cucu lelakinya yg masih muda.
Setiap pagi Kakek bangun lebih
awal dan membaca Qur'an di meja
makan dapurnya. Cucu lelaki nya
ingin sekali menjadi seperti
kakeknya dan mencoba untuk
meniru dalam cara apapun
semampunya. Suatu hari si cucu
bertanya, " Kakek! Aku mencoba
untuk membaca Qur'an seperti yang
kamu lakukan tetapi aku tidak
memahaminya, dan apa yang aku
pahami aku lupakan secepat aku
menutup buku. Apa sih kebaikan
dari membaca Qur'an?"
Dengan tenang sang Kakek
meletakkan batubara di tungku
pemanas sambil berkata, "Bawa
keranjang batubara ini ke sungai
lalu bawa kemari lagi penuh dengan
air." Maka si cucu melakukan
seperti yang diperintahkan kakek,
tetapi semua air habis menetes
sebelum tiba di depan rumahnya.
Kakek tertawa dan berkata, "Lain
kali kamu harus melakukukannya
lebih cepat lagi". Maka ia menyuruh
cucunya kembali ke sungai dengan
keranjang tsb untuk dicoba lagi. Si
cucu berlari lebih cepat, tetapi lagi2
keranjangnya kosong sebelum ia
tiba di depan rumah. Dengan
terengah-engah, ia berkata kepada
kakeknya bahwa mustahil
membawa air dari sungai dengan
keranjang yang sudah bolong. Lalu
si cucu mengambil satu ember air
sebagai gantinya. Sang kakek
berkata, "Aku tidak mau satu
ember air; aku hanya mau satu
keranjang air."
"Ayolah, usaha kamu kurang cukup"
kata sang kakek sambil ke luar
rumah untuk mengamati usaha cucu
laki-lakinya itu. Cucunya yakin
sekali bahwa hal itu mustahil, tetapi
ia tetap ingin menunjukkan kepada
kakeknya, biar sekalipun ia berlari
secepat-cepatnya, air tetap akan
bocor keluar sebelum ia sampai ke
rumah. Sekali lagi si cucu
mengambil air ke dalam sungai dan
berlari sekuat tenaga menghampiri
kakek, tetapi ketika ia sampai
didepan kakek keranjang sudah
kosong lagi. Sambil terengah-engah
ia berkata, " Lihat Kek,percuma!" .
Lalu kakek bertanya, "Jadi kamu
pikir percuma?"
Kakek berkata, "Lihatlah
keranjangnya". Si cucu menurut,
melihat ke dalam keranjangnya dan
untuk pertama kalinya menyadari
bahwa keranjang itu sekarang
berbeda. Keranjang itu telah
berubah dari keranjang batubara
yang tua kotor dan kini bersih, luar
dalam. "Cucuku, hal itulah yang
terjadi ketika kamu membaca Qur '
An, walaupun kamu tidak bisa
memahami atau ingat segalanya
tetapi ketika kamu membaca nya
lagi, kamu akan berubah di dalam
dan di luar dirimu " kata sang
kakek.
Ya,,,itu satu cerita pendek yang bisa
mengibaratkan kenapa kita
membaca Al Qur'an meski kita tidak
tahu artinya. Walaupun tidak tahu
artinya, kita tetap mendapatkan
banyak hal positif dari membaca Al
Qur'an. Setidaknya pikiran menjadi
lebih rileks, hati tentram & damai,
and tentunya mendapat pahal &
ridho dari Allah SWT. Tetapi
alangkah lebih baiknya jika kita
membaca sekaligus memahami arti
dari Al Qur'an tersebut

Minggu, 28 Oktober 2012

Apakah ibadah seorang perempuan yang tidak berjilbab diterima?

Saudariku yang dirahmati Allah Swt., berjilbab saat ini mulai digandrungi kaum hawa. Bisa jadi ada yang hanya ikut-ikutan tren atau juga yang memang memahami dan ingin melaksanakan perintah-Nya.
Berbagai jenis dan model jilbab saat ini banyak didapati, ada yang sesuai dengan syariat ada juga yang tidak. Bahkan terbilang syubhat jika dipakai, jilbab memang digunakan tapi tidak terhulur sampai ke dada serta bagian kaki malah tampak ketat dan terlihat.

Banyak kaum hawa yang menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil. Yang dapat tertutupi dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. Ini adalah cara berpikir yang salah dan harus diluruskan. Kaum wanita yang tidak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya.
Seperti yang termaktub dalam firman Allah Swt.,
"..... Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-Maidah: 5).

Naudzubillah. Semoga kita terjauh dari adzab Allah Swt., ada sebuah kisah menggetarkan tentang seorang perempuan yang menganggap bahwa dosa meninggalkan jilbab itu adalah dosa kecil.

Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya, ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab "Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab," (jawaban yang sering terdengar dari kaum hawa). Sudah banyak orang menanyakan maupun menasehatinya, tapi jawabannya tetap sama.
Hingga di suatu malam, ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas dipinggir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya.

Ia tak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat juga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.

"Assalamualaikum, saudariku...."

"Waalaikum salam. Selamat datang saudariku."

"Terima kasih. Apakah ini surga?"

Wanita itu tersenyum. "Tentu saja bukan, saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga."

"Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini. "

Wanita itu tersenyum lagi, "Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, saudariku?"

"Aku selalu menjaga waktu shalat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah."

"Alhamdulillah..."

Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka. Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di Taman mulai memasukinya satu-persatu.

"Ayo kita ikuti mereka," kata wanita itu setengah berlari. "Ada apa di balik pintu itu?" Katanya sambil mengikuti wanita itu."Tentu saja surga saudariku," larinya semakin cepat. "Tunggu...tunggu aku..."

Dia berlari namun tetap tertinggal, wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum kepadanya. Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari. Ia lalu berteriak, "Amalan apa yang telah kau lakukan hingga engkau begitu ringan?" "Sama dengan engkau saudariku," jawab wanita itu sambil tersenyum
Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu. "Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan?" Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata, "Apakah kau tak memperhatikan dirimu, apa yang membedakan dengan diriku?"

Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab.

"Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke Surga-Nya tanpa jilbab menutup auratmu ?"

Tubuh wanita itu telah melewati pintu. Tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan berkata, "Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini untuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati."

Ia tertegun lalu terbangun, beristighfar lalu mengambil air wudhu. Ia tunaikan shalat malam. Menangis dan menyesali perkataanya dulu. Berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya.
Saudariku, "Sesungguhnya seorang mukmin dosanya itu bagaikan bukit besar yang kuatir jatuh padanya, sedang orang kafir memandang dosanya bagaikan lalat yang hinggap diatas hidungnya."

Sekarang kaum wanita yang tak mau berjilbab, dapat menanyakannya ke dalam hati nurani mereka masing-masing. Apakah terasa berdosa bagaikan gunung yang sewaktu-waktu jatuh menghimpitnya atau bagaikan lalat yang hinggap dihidung mereka?

Kalau kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, menganggap enteng dosa mereka bagaikan lalat yang hinggap dihidungnya, maka tak akan bertobat didalam hidupnya. Atau dalam perkataan lain tidak ada perasaan takut kepada Allah, sebab itu mereka kekal didalam neraka. Dan mereka tak akan mendapatkan syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW. nanti di akhirat.
Sesungguhnya banyak kaum wanita yang hapus pahala shalatnya yang hidup di zaman ini dan di zaman yang akan datang. Semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka, telah diisyaratkan Nabi Muhammad SAW dikala hidup beliau sebagaimana bunyi hadits dibawah ini yang artinya sbb:

"Ada satu masa yang paling aku takuti, dimana ummatku banyak yang mendirikan shalat, tetapi sebenarnya mereka bukan mendirikan shalat, dan neraka jahanamlah bagi mereka".

Dari hadits di atas, ada sepenggal kalimat "sebenarnya bukan mendirikan shalat" maksudnya ialah nilai shalat mereka tidak ada disisi Allah. Karena telah hapus pahalanya disebabkan kaum wanita mengingkari ayat tentang perintah jilbab.
Begitulah Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada kita semua, bahwa banyak ummatnya dari kaum wanita yang masuk neraka biarpun mereka mendirikan shalat, tetapi tidak memakai jilbab semasa hidupnya. Apakah kita yang mengaku mencintai sesama ummat Nabi Muhammad SAW akan diam berpangku tangan membiarkan kaum wanita berada dalam dosa yang bergelimpangan? Tentu tidak. Mari saling mengingatkan.

Luqyana Hayate Mawadhah


sumber: islampos.com

Ucapan Yang Paling Dicintai Allah SWT

 
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَحَبِّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِأَحَبِّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ فَقَالَ إِنَّ أَحَبَّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
(رواه مسلم) Sabda Rasulullah SAW : “Maukah kukabarkan pada kalian ucapan yang paling dicintai Allah?", ku katakan (Abu Dzar ra) : “Wahai Rasulullah SAW, kabarkan padaku ucapan yang paling dicintai Allah SWT”, bersabda Rasulullah SAW : “Ucapan yang paling dicintai Allah SWT adalah: "Subhanallahi wabihamdih (Maha Suci Allah dan padaNya pujian luhur.” ( Shahih Muslim )

Kalimat tasbih adalah mensucikan nama Allah subhanahu wata’ala meskipun Allah tidak butuh disucikan, namun cahaya kesuciannya kembali berpijar kepada kita, karena rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Al Bukhari :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barangsiapa yang membaca: “Subhanallah wabihamdihi” dalam sehari seratus kali, maka kesalahannya dihapus sekalipun seperti buih air laut.”
Demikian agungnya makna kalimat “Subhanallah wabihamdihi, Maha Suci Allah”. Allah Maha Suci namun kita mensucikan Allah di dalam hati kita agar kita disucikan oleh Allah, disucikan dosa, disucikan dari musibah, disucikan dari penyakit, disucikan dari gundah, disucikan dari segala niat yang hina, dan disucikan di dunia dan akhirah. Diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari di dalam kitab Adab Al Mufrad bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita bahwa ketika nabi Nuh As akan wafat ia memanggil anak-anaknya dan berkata: “wahai anak-anakku jika aku wafat nanti maka aku wasiatkan kepada kalian dua kalimat, yang pertama : “Laa ilaaha illallah” dan yang kedua : “Subhanallah wabihamdih”, mengapa? karena kalimat Laa ilaaha illallah jika ditimbang dengan seluruh alam semesta maka akan lebih berat kalimat Laa ilaaha illallah. Sedangkan kalimat Subhanallah wabihamdih adalah shalatnya seluruh makhluk selain jin dan manusia, dan dari kalimat ini Allah memberi rizki seluruh hamba-hamba-Nya, semakin banyak orang yang mengulang-ulang kalimat ini, maka akan semakin diluaskan rizkinya zhahir dan batin. Maka jika ingin diluaskan rizki oleh Allah perbanyaklah bacaan Subhanallah wabihamdih, diucapkan dengan lisan dan hatimu, semakin engkau memuji dan mensucikan Allah, maka Allah akan membuatmu semakin suci dan semakin terpuji.

***Hanya sekedar berbagi***
Di tulis oleh Habib Munzir Al-Munsawa,  www.majelisrasulullah.org