DUNIA modern
memang menyediakan berbagai macam perangkat teknologi, yang memudahkan
segala urusan teknis manusia. Tetapi dunia modern tidak menyediakan
konsep dan metode bagaimana hidup tentram dan bahagia. Apalagi standar
utama kemakmuran dalam dunia modern tidak bisa diukur melainkan dengan
materi belaka.
Akibatnya dunia modern tidak serta-merta hanya mengisi
dunia dengan kecanggihan teknologi dan kemudahan dalam kehidupan
sehari-hari. Tetapi juga menyisakan problem serius yang mengancam mental
dan pikiran manusia yang berujung pada terjadinya krisis moral luar
biasa.
Krisis moral adalah akibat dari rusaknya mental dan nalar berpikir
manusia dari yang seharusnya. Bagaimana tidak, mayoritas orang kini
berpikir serba instan, pragmatis, dan hedonis. Demi
kenikmatan-kenikmatan materi, manusia modern rela mengorbankan
eksistensi dirinya sebagai makhluk sosial. Merasa cukup bahagia dengan
harta dan tidak pernah resah-gelisah dengan nasib sesama.
Manusia modern kini banyak yang mengalami apa yang disebut dengan
sakit psikosomatik. Sebuah penyakit mental dan pikiran yang tentunya
tidak disebabkan oleh bakteri, virus, atau pertumbuhan jaringan tubuh
yang tidak normal. Melainkan karena sikap dan perilaku sehari-hari yang
jauh dari pengamalan nilai-nilai agama. Apalagi secara sosial,
religiusitas umat Islam Indonesia juga kian tergerus dan semakin
memprihatinkan.
Seorang penulis memberikan perbandingan yang sangat tajam. Manusia
primitif bahkan lebih baik dalam memuaskan dorongan hasratnya ketimbang
manusia modern. Kehidupan mereka yang nomaden terbebas dari kegelisahan
mental. Manusia primitif tidak menderita sakit jiwa, hingga menghalalkan
segala cara seperti sekarang marak terjadi. Justru karena kemajuan
peradaban dalam bidang teknologi, industri, dan urbanisasi, manusia
modern banyak yang menderita sakit mental yang sangat serius.
Keseharian Nabi
Bagaiman Nabi mengisi hari-harinya? Tentu banyak uraian yang
menjelaskan bagaiman Nabi mengisi hidupnya sehari-hari. Tetapi secara
global tradisi Nabi dalam keseharian itu dapat dilihat dari kandungan
Surah Al-Muzzammil ayat 1 – 10.
Di keheningan malam yang sunyi dan melelapkan, Nabi saw justru
beranjak dari tempat tidur, menyibakkan selimut, tegak dan mendirikan
sholat sunnah tahajjud. Kemudian membaca Al-Qur’an dengan tartil. Dalam
makna filosofis tartil bisa diartikan sebagai membaca dengan penuh
kesungguhan untuk benar-benar memahami kandungan bacaan Al-Qur’an untuk
diamalkan.
Kemudian Nabi saw tidak pernah lepas dari menyebut nama Allah
(dzikir) dan beribadah dengan penuh ketekunan (konsisten). Itulah
mengapa Nabi saw tidak mudah terbawa emosi, apalagi memperturutkan
ambisi pribadi.
Apapun yang terjadi, Nabi saw senantiasa mengingat Allah, sehingga
setiap keputusan dan kebijakannya senantiasa mendatangkan maslahat. Bagi
Nabi saw, Allah adalah satu-satunya tempat mengadu, berlindung, dan
memohon pertolongan.
Sebagai orang beriman kita patut untuk bersungguh-sungguh meneladani
tradisi Nabi saw dalam sehari-hari. Apapun aktivitas kita, status kita,
dan problem kehidupan kita, semua akan mudah untuk diatasi jika kita
benar-benar mengikuti dan meneladani sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sebab
hanya dengan cara seperti itulah, kita benar-benar akan mampu
menghidupkan iman dengan benar.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d [13] : 28).
Sayyidina Ali r.a. menjelaskan bahwa dengan mengingat Allah seseorang
akan menemukan kembali pendengarannya setelah tuli, memperoleh kembali
pandangannya setelah buta, dan menjadi lembut serta penuh ketaatan
setelah liar dan memberontak.
Dengan kata lain, orang yang jauh dari
Allah akan tetap tuli, buta, dan liar. Inilah orang yang akan rusak
mental dan kesehatan berpikirnya. Jika demikian, masihkah kita enggan
untuk mengikuti sunnah-sunnah Nabi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar